Pati, 21 April 2025 — Momen peringatan Hari Kartini dan Hari Bumi tahun ini menjadi sangat bermakna bagi para petani Kendeng, khususnya ibu-ibu dari JM-PPK (Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng), karena bertepatan dengan suasana Syawal, bulan penuh kemenangan bagi umat Islam. Dalam semangat Idul Fitri 1 Syawal 1446 H, mereka menyelenggarakan Halal Bi Halal yang diselaraskan dengan refleksi atas perjuangan menjaga bumi dan harkat martabat perempuan.
Acara digelar di Omah Sonokeling, Solilo, Pati, dan diwarnai berbagai kegiatan seperti penampilan musik dari Usman N The Blackstone, SUKATANI, dan Gamelang Wiji Kendeng. Selain itu, dilaksanakan pula Mujahadah Lingkungan bersama KH. Budi Harjono, serta ritual adat Lamporan dan Brokohan. Tradisi Lamporan tak hanya ditujukan untuk mengusir hama pertanian, namun juga dimaknai sebagai perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan yang merugikan petani. Sementara Brokohan menjadi ungkapan syukur atas hasil panen, meski para petani terus bergulat dengan banjir dan kekeringan tahunan.
Dalam suasana penuh refleksi ini, para petani mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali ke fitrah sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mulia. Mereka mengingatkan pentingnya menjaga ciptaan-Nya — alam, flora, fauna, dan sesama manusia — dari kerusakan akibat keserakahan dan eksploitasi berlebihan. Tidak ada ajaran agama yang membenarkan penghancuran bumi, dan saatnya manusia menilik kembali peran serta tanggung jawabnya terhadap kelestarian lingkungan.
Mereka menekankan bahwa meminta maaf dan memaafkan harus menjadi bagian dari kesadaran kolektif. Namun, memaafkan bukan berarti membiarkan ketidakadilan dan eksploitasi alam terus terjadi. Perjuangan harus terus dilakukan demi kebaikan bersama. Contohnya adalah perjuangan JM-PPK yang telah berlangsung lebih dari 15 tahun, menggunakan jalur hukum, budaya, akademik, dan aksi damai seperti menyemen kaki dan berjalan kaki ratusan kilometer.
Upaya mereka telah melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi dan pemerintah. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) yang diperintahkan Presiden RI ke-7 Joko Widodo dan mencakup tujuh kabupaten, menjadi bukti pentingnya kawasan karst Kendeng dijaga. Sayangnya, hingga kini rekomendasi tersebut belum sepenuhnya dijalankan. Bahkan, penambangan ilegal terus berlangsung, dan izin baru terus dikeluarkan.
Hingga pertengahan 2024, sudah ada 91 IUP (Izin Usaha Pertambangan) aktif di kawasan Kendeng, baik untuk eksplorasi maupun produksi. Ini berdampak pada rusaknya kawasan karst yang menjadi sumber resapan air dan penyeimbang ekosistem. Akibatnya, banjir terus terjadi setiap musim penghujan, termasuk pada awal tahun 2025 yang bahkan hingga bulan April belum sepenuhnya surut.
Kerusakan ini diperparah dengan alih fungsi hutan menjadi bangunan industri dan perkebunan monokultur, serta buruknya tata kelola air di wilayah hilir. Dalam konteks ini, perempuan, terutama ibu-ibu, menjadi pihak yang paling terdampak, karena air sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pertanian, kebutuhan rumah tangga, hingga kebersihan pribadi.
Semangat Kartini menjadi penggerak perjuangan ibu-ibu tani Kendeng untuk melawan sistem pembangunan yang mengabaikan keberlanjutan alam. Mereka menolak diam ketika tanah, air, dan udara — sumber kehidupan — terancam.
Para petani Kendeng pun mengajak semua pihak untuk ikut serta dalam perjuangan ini. Para tokoh agama diharapkan mengingatkan umat akan tanggung jawabnya sebagai penjaga ciptaan Tuhan. Para guru dan pendidik diajak menanamkan kecintaan terhadap alam sejak dini. Para pemangku kebijakan diminta bertindak adil dan amanah, berpijak pada konstitusi dan nilai luhur bangsa.
Seniman, jurnalis, serta anak muda juga diundang untuk berkontribusi sesuai kapasitas masing-masing dalam menjaga bumi. Bagi petani sendiri, perjuangan untuk mempertahankan tanah dan air sebagai sumber kehidupan harus terus dilanjutkan dengan semangat gotong royong dan keteguhan hati.
Akhirnya, mereka menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung perjuangan ini. Sebab hanya dengan bersatu dan saling menguatkan, cita-cita menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat atas pangan, energi, dan ruang hidup bisa benar-benar terwujud. Masa depan Indonesia ditentukan oleh apa yang dilakukan hari ini.
(*)
0 komentar:
Posting Komentar